Asy-Suro Garut, Masjid Bergaya Kolonial Belanda



Garut, Wartakotalive.com

Bangunan ini terletak di Kampung Cipari, Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut. Eksteriornya bergaya art deco, layaknya gedung yang dibangun saat pemerintah kolonial Belanda berkuasa di Indonesia.

Jendela-jendela berbentuk persegi berderet rapi di setiap sisi dindingnya. Balok-balok beton melingkari gedungnya, menambah kesimetrisan setiap elemen bangunan. Pada bagian bawah gedung terdapat deretan dinding batu dan tiga tangga yang mengantarkan pada tiga buah pintu.

Dua buah pintu berada di dinding utara dan selatan, saling berhadapan. Satu lagi pintu utama berada di dinding timur, tepat di bawah sebuah menara yang langsung berhadapan dengan ceruk mihrab di sebelah barat. Semuanya letaknya simetris, dilengkapi dekorasi-dekorasi bergaris khas arsitektur art deco.

Bangunan ini beratapkan genting, seperti atap rumah biasa. Sebuah menara yang berdiri di tengah dinding sebelah timur menambah keunikan bangunan. Pada puncak menaranya terdapat kubah bergaya kolonial. Di atas kubah tersebut terdapat paviliun mini dengan kubah kecil di atasnya.

Di dalam, barulah tampak bangunan tersebut adalah sebuah masjid. Deretan karpet sajadah tersusun rapi membentuk saf, mengarah ke sebuah ceruk mihrab. Pada siang hari, interiornya dibanjiri cahaya matahari yang menembus deretan jendela di sekeliling bangunan.

Tokoh masyarakat setempat, Salaf Soleh (76), mengatakan pembangunan masjid ini adalah hasil musyawarah para tokoh Sarekat Islam dan digunakan sebagai tempat musyawarah Sarekat Islam tingkat nasional. Karenanya, bangunan ini dinamai Masjid Asy-Syuro.

"Awalnya bangunan kecil, kemudian dipugar menjadi bangunan seperti sekarang, tahun 1936. Waktu itu diarsiteki keponakan HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam. Pembangunan masjid adalah desakan dari para tokoh Sarekat Islam," ujar sesepuh Pesantren Cipari ini saat ditemui di lingkungan Masjid Asy-Syuro, Selasa (24/7/2012).

Pembangunan masjid dipimpin KH Yusuf Tauziri dan didanai para dermawan, ujar Salaf. Terutama pengusaha asal Bayongbong, Garut, yakni KH Abdul Hamid, KH Ismail, dan KH Sambas.

Setelah pembangunan selesai, kata Salaf, warga awalnya kaget karena bentuk masjid ternyata lebih mirip gereja. Terutama pada menara setinggi 17 meter yang berada di bawah pintu utama.

Namun, warga kemudian tidak mempermasalahkan bentuknya. Intinya, kata Salaf, bangunan tersebut harus bisa menampung ratusan orang untuk salat, mengaji, dan bermusyawarah.

"Dulu sangat indah. Masjid dikelilingi taman-taman bunga. Banyak orang Eropa mengunjungi masjid ini yang katanya memiliki arsitektur kolonial satu-satunya di dunia. Sekarang dikelilingi taman ilmu, yaitu bangunan pesantren," kata Salaf.

Menurut Salaf, ada hikmah di balik bentuk masjid yang unik ini. Masjid Asy-Syuro menjadi benteng pertahanan sekaligus tempat berlindung warga saat terjadi pemberontakan DI/TII dan PKI. Ketika bangunan-bangunan di sekitarnya terbakar, kata Salaf, masjid ini tetap kokoh berdiri dan menjadi tempat warga berlindung.

"Masjid ini menjadi benteng saat melawan penjajah dan pemberontak. Kampung Cipari selalu menjadi tempat paling berbahaya tapi sekaligus menjadi tempat yang dianggap warga sebagai tempat teraman," ujarnya.

Masjid ini sempat direnovasi bagian atapnya tahun 1986. Kini, Masjid Asy-Syuro tetap berdiri kokoh setelah menjadi saksi bisu perjuangan warga Garut untuk mempertahankan kedaulatan NKRI sekaligus menjadi pusat kegiatan keislaman warga.

wisata, wisata religi

Blogger Tricks

.
 

© 2011 AGEN BISNIS PULSA MURAH - Designed by Perdana | Mukund | Privacy Policy | Sitemap

About Us | Contact Us